Boy Marjinal:
Sarjana Hukum yang Nge-Punk
Sarjana Hukum yang Nge-Punk
Menjadi mahasiswa hukum atas keinginan orang tua.

Sejarah Punk Indonesia tidak bisa dilepaskan dari nama Band Marjinal.
Grup musik yang bernaung di bawah Komunitas Taring Babi ini adalah
‘dedengkot’ band Punk di Indonesia. Sejak berdiri tahun 1997, Marjinal
sudah beberapa kali berganti personel. Salah satu personel yang hingga
kini masih bertahan adalah Boy. Memainkan instrumen Akordion, Boy
bergabung dengan Marjinal sekira 5-6 tahun silam.
Meski berstatus anak band, aliran keras pula, Boy ternyata memiliki
latar belakang pendidikan yang cukup tinggi. Ya, Boy yang nama
lengkapnya Petrus Djeke adalah seorang sarjana hukum lulusan Universitas Janabadra, Yogyakarta.
Di kampus yang terletak di jalan Mataram itu, Boy mengambil program
kekhususan hukum perdata. Dia kuliah selama enam tahun, sejak tahun 2001
hingga 2007.
“Skripsi gue dulu tentang fidusia,” tutur pemain alat musik Akordion itu kepada hukumonline usai tampil di perayaan ulang tahun Komisi Yudisial (KY) ke-9, Rabu pekan lalu (28/8).
Dikatakan Boy, kuliah di fakultas hukum sebenarnya bukan pilihan
hatinya. “Itu bukan pilihan gue juga. Itu karena pilihan orangtua saja,”
ujarnya santai.
Ketika di bangku kuliah, Boy mulai memendam rasa kesal terhadap
perilaku aparat penegak hukum. Kebetulan saat itu, ia bergabung sebagai
aktivis mahasiswa di Front Mahasiswa Nasional (FMN). “Ketika gue kuliah
dan berogranisasi gue anggap mereka (penegak hukum, red) omong kosong
semua,” tuturnya.
Inilah salah satu alasan mengapa ia masih enggan berkiprah di bidang
hukum pasca lulus kuliah. “Mungkin sejak itu, gue melihat penegak hukum
kita bobrok,” ujar Boy.
Tidak lama setelah lulus kuliah, Boy bertemu dan kemudian bergabung
dengan Komunitas Taring Babi. Di komunitas yang bermarkas di Srengseng
Sawah, Jakarta Selatan ini, Boy menemukan kembali semangatnya yang
sempat pudar.
“Gue berpikir ketika gue bertemu dengan Komunitas Taring babi atau Band
Marjinal, ternyata mereka lebih fokus ke masyarakat menengah ke bawah,
ke masyarakat marjinal,” ujarnya.
Band Marjinal memang sudah terbentuk jauh sebelum Boy lulus, sekitar
tahun 1997. Kala itu, Band ini masih menggunakan nama AA (Anti ABRI) dan
AM (Anti Millitary). Formasi awal Band ini adalah Romi Jahat (vokalis),
Mike (gitar), Bob (bass) dan Steven (drum).
Pada 2001, Band Punk ini akhirnnya menggunakan nama Marjinal. Mike,
gitaris yang beralih posisi menjadi vokalis hingga sekarang,
terinspirasi dengan perjuangan buruh perempuan Marsinah. Marjinal pun
menelurkan sebuah lagu berjudul ‘Marsinah’.
Lagu-lagu Marjinal banyak mengandung kritik-kritik sosial. Misalnya, lagu yang berjudul ‘Hukum Rimba’
yang mengkritik habis penegakan hukum di Indonesia. Atau ketika
Marjinal mengaransemen lagu yang sangat populer dalam demonstrasi 1998, ‘Aparat K**a**t’ ke dalam musik punk. Ini yang membuat aktivis mahasiswa seperti Boy sangat dekat dengan Marjinal.
Boy memang mengaku sudah sangat nyaman berkiprah di Band Marjinal dan
Komunitas Taring Babi. Namun, dia mengaku masih memendam asa suatu saat
bisa memanfaatkan ilmu hukumnya untuk tujuan yang sama dengan yang
dilakukannya sekarang, membela kaum marjinal.
“Tertarik juga sih ke LBH karena orientasi mereka juga membela
masyarakat bawah. Tapi, belum ada planning. Berjalan saja,” pungkasnya.
BalasHapusCINTA SESUNGGUHNYA
Kamu hadir membawa warna baru
Kamu obati luka ku tentang masa lalu
Kamu mampu mngubah kehidupanku
Jauh lebih baik dari kehidupan yang lalu
Kamu manusia sederhana yang mampu memberikan cinta yang luar biasa
Cinta yang tak mampu di ungkapkan oleh kata kata
Mendengar apa yg tidak dikatakan
Mengerti apa yang tidak di jelaskan
Terimakasih cinta....
Atas segala hal yang kamu berikan
Cinta tulus dan juga pengajaran tentang berbagai hal
Kamu telah mengajarkan apa itu menghargai, menerima, bersyukur, ikhlas dan mandiri
Kini ku mampu berdiri sendri dengan tenang melewati semua permasalahan pribadi
Dan kini aku telah mengerti apa itu hidup dan juga cinta sejati
Berharap setiap mimpi akan mnjdi nyata
Hidup bahagia bersama selamanya
Semoga rasa antara kita takkan pernah pudar bersama sang waktu
Sehingga Tiada celah bagi cinta yang lainnya
oleh aulia